sunset black sillhouette

Ia tidak pernah lupa dari mana ia berasal, disetiap kesempatan yang ia miliki untuk menjelajah, ia selalu kagum dan takjub akan keindahan ciptaan Tuhan.

Cerpen oleh : Ayu Hasmayanti

Di penghujung sinar lembayung yang terpampang riang, berdiri seorang lelaki penuh tatapan. Di antara kaca pembatas antara dirinya dengan Semesta. Tatapan yang penuh kerinduan, kerinduan akan dirinya sendiri. Dia tidak dapat mengembalikan masa yang telah berpulang. Pun tidak serta-merta menghamburkan masa demi kepentingannya sendiri. Ia lebih memilih untuk menjadi orang lain, hanya untuk sekedar ingin di jadikan sebagai pahlawan.
Pahlawan dalam artian, seseorang yang di anggap hebat oleh manusia lainnya. Tetapi hal ini ternyata tidak sependapat dengan dirinya sendiri. Dirinya yang sebenarnya lebih memilih untuk menjadi orang yang dapat membantu orang lain walau dirinya bukan seorang pahlawan. Dia menyadari akan hal itu, tetapi waktu tidak dapat membantunya, ia terlanjur terperangkap dalam tipuan yang ia buat sendiri. Kini tinggal penyesalan dalam dirinya, sebab ia tak mau lagi hidup dengan menjadi orang lain.
Hari demi hari kian berlalu, dan tinggallah ia dengan dirinya sekarang. Menjadi orang bebas, tak terbatas oleh ruang dan waktu. Itulah inginnya, bukan malah hidup dalam pribadi yang bersifat fatamorgana. Sepenggal kisahnya telah tertulis di dalam kitab Sang Rabbul alamin. Mau bagaimana pun dirinya dahulu, tetapi Tuhan selalu punya rencana terbaik.
Namanya Maulana Ahmad Ansori, dan teman-temannya memanggil dengan panggilan Maulana. Terlahir dari keluarga yang berkecukupan, namun setelah ayahnya pergi meninggalkannya, ia menjadi pribadi yang lebih kalem dan tertutup. Ia juga telah menjadi tulang punggung bagi umi dan kedua adiknya. Keluarganya adalah keluarga yang paham akan agama.
Di sela-sela hari yang dijalaninya, ia tidak henti-hentinya berusaha mengembalikan apa yang sebenarnya menjadi hak dalam dirinya, yaitu pribadi yang sebenarnya. Dia hanya ingin semua baik-baik saja. Tanpa ada lagi pengganjal dalam dirinya sendiri. Mungkin hal yang sangat sederhana bagi orang lain, apalagi jika seseorang itu belum sepenuhnya tahu akan dirinya sendiri. Tapi sebagaimana pun seseorang paham akan dirinya, Tuhan lebih tahu dan lebih mengerti.
Hari ini Maulana pergi ke pesisir pantai itu lagi, sama seperti hari-hari sebelumnya. Dia selalu menuju ke arah dimana senja selalu menampakkan dirinya. Maulana adalah seseorang yang sangat suka akan senja, setiap sore jika ia mempunyai kesempatan, maka ia akan datang, walaupun ia terlambat. Karena baginya, di sanalah tempatnya ia dapat jujur, tak lagi bersembunyi dari kejamnya dunia, tak lagi menangis dari pilunya kehidupan. Ia menunggu sampai sinar jingga itu benar-benar pergi untuk sore itu, lalu esok akan datang lagi. Setiap biasan warna lembayung terlihat, matanya hanya selalu tertuju pada sinarnya, hingga matanya berbinar murni, karena ia sadar bahwa  keajaiban Tuhan itu Maha Luarbiasa.
Ia tidak pernah lupa dari mana ia berasal, disetiap kesempatan yang ia miliki untuk menjelajah, ia selalu kagum dan takjub akan keindahan ciptaan Tuhan.
Hari selanjutnya, ia kembali lagi menuju ke pesisir pantai itu. Namun sepertinya ia sedikit kecewa, karena sinar jingga itu tidak hadir menemaninya untuk sore itu. Ia pun hanya bisa pasrah, melihat sang jingga tak menampakkan diri. Ia mengeluarkan secarik kertas dan sebuah pulpen yang selalu ia bawa di saku bajunya. Pulpen berwarna monochrome itu selalu menemaninya, kemana pun ia pergi. Sepertinya kertas dan pulpen tersebut adalah teman setianya, setelah uminya sendiri. Ia pun menulis kata per kata, hingga menjadi kalimat dan sebuah paragraf.
“Tuhan, hari ini sepertinya aku kecewa, sebab sang jingga tidak datang menemui samudra. Terlihat banyak orang kecewa, tapi tidak mengapa. Sesekali berilah kami sedikit kekecewaan hingga pada akhirnya sebuah keajaiban akan datang menghampiri. Bukankah begitu Ya Rabb? Terimakasih ya Tuhan, Engkau telah memberiku sebuah keyakinan bahwa tak ada yang sia-sia. Saat diriku berkamuflase saja itu adalah sebuah pelajaran Ya Rabb, mengapa? Sebab disitu ku belajar sebuah arti ketulusan, kesungguhan, keikhlasan pun kekuatan. Dan untuk sore ini, terimakasih.”