Judul : Jadwal Piket Kelas dan Celengan Bebek

Oleh : Mirza Z.I.M

Kamis, pagi hari ini seperti biasa, aku berangkat sekolah lebih awal untuk melaksanakan jadwal piket. Kemarin malam di grup chat kelas, Ucup selaku seksi kebersihan mengirimkan pesan berisi ‘Sesungguhnya kebersihan ialah sebagian dari iman. Jadi untuk teman-teman tercinta jangan lupa piket kelas. Ingat! Jika kalian lalai si bebek kuning menanti buat dikasih makan. Lebih baik piket kelas bukan daripada uang jajan berkurang, itung-itung olahraga.’
Sekian, atas perhatianku, terima kasih. 🙂
Hanya beberapa anak yang membalas pesan Ucup. Salah satunya si Tio ‘nggak usah diingetin. Nggak bakal gue mangkir dari tugas. Gue kan anaknya bertanggungjawab.’
Halah prettt.
Aku berjalan menghindar dari genangan air. Maklum kemarin malam hujan yang sudah ditunggu-tunggu akhirnya turun dan cukup deras. Bau petrikor melesak indra penciumanku. Aku menghela nafas panjang. Pasti lantai kelas kotor banget ini, pikir ku.
Aku menaiki tangga, kelasku berada di lantai atas. Dari tangga pun sudah terlihat kotor. Bekas air hujan yang membawa daun-daun kering berserakan apalagi sekarang ditambah dengan bekas tanah yang menempel pada sepatu siswa yang sudah berdatangan.
Benar dugaanku, kelas ku amat sangat kotor. Ku longokkan kepalaku ke dalam kelas mendapati Mauline, temanku yang mulai membersihkan kelas. Dari 5 anak yang dijadwalkan piket hari ini hanya 4 anak yang datang. Aku dan lainnya mulai membagi pekerjaan untuk menyelesaikan piket kelas.
Waktu berlalu. Aku melihat jam sudah pukul 06.50. Kelas sudah bersih meski di beberapa tempat masih basah akibat di pel. Dan seperti yang aku duga, si Tio belum datang. Memang anak satu itu sudah diberi jadwal piket tapi masih mangkir, tapi kalo disuruh bayar denda banyak alasan.
Ku lihat Ucup sudah berdiri di depan pintu kelas sambil menggendong celengan bebek yang semakin hari semakin berat. Lagaknya ia akan menagih uang denda si Tio. Tak berselang lama si Tio akhirnya datang.
“Wooo. Mau kemana? Nggak boleh masuk kalau belum bayar denda. Sini lima ribu!” Ucup mengadahkan tangannya di depan Tio.
Tio mendengus, “apasih ini juga gue mau piket. Minggir makanya.”
“Mau bersihin apanya emang?” Tanya Ucup.
“Bersihin kelas lah. Masak bersihin seragam punya lo.”
“Hehe lawak ya lo. Bersihin dulu tuh iler di pipi. Kalau telat mah tanggungjawabnya bayar denda. Nggak inget kemarin siapa yang bilang ‘nggak usah diingetin. Nggak bakal gue mangkir dari tugas’. Udah sekarang bayar denda!” Dengan raut kesal Tio melemparkan lembaran uang lima ribu pada Ucup.
Tio menabrak bahu Ucup, kemudian masuk dan menduduki kursinya. Namun, tak berhenti sampai disitu. Ucup kembali menghampiri. Aku hanya melihat sambil memegang sapu.
“Piket kelas tetap tanggungjawab artinya lo tetep harus bersihin kelas meskipun udah bayar. Sana gih ambil sapu! Mumpung bu Dwi belum masuk kelas.” Tio yang mendengar celoteh Ucup pun segera berdiri berjalan ke arahku. “Lain kali jangan begadang kalau nggak bisa bangun pagi.” Ucapku seraya menyerahkan sapu pada Tio “yang bersih yah.” Tio hanya mendengus tanpa perlawanan.
Di depan kelas Ucup mengangkat celengan bebek sambil berteriak, “yuhuuuu. Bebek kita makin berisi. Akhir tahun jadwalkan makan-makan lur.” Semua teman ku bersorak ricuh. Sebelum Ucup melanjutkan ucapannya, “bukan berarti kalian bisa mangkir dari tugas. Nggak usah sok-sok an bayar denda kalau kalian jiwa-jiwa misqueen!”
Aku hanya menggelengkan kepala melihat tingkah teman-temanku. Ada-ada saja.
Ig : @prominen.sa
Mau tahu beberapa info lainnya bisa cek juga di beberapa sosmed OKI seperti instagram, fb, youtube Omah Karya Indonesia. Bagi yang mau sukarela membantu kegiatan OKI juga bisa cek di sini.