Nebula
Karya: Khusnul Khotimah
            Nebula. Aku bingung kenapa ayah memberiku nama itu, yang aku tau nama tersebut sangatlah aneh dan sebagai konsekuensinya aku harus rela menjadi bahan ledekan temanku bahkan orang-orang yang sudah berumur di kampungku karena sebuah “nama”. “Eh Gembul udah mau pergi sekolah ya?” ucap Bik Terry. Ya, begitulah orang memanggilku. Aku sudah terbiasa mendengar kata tersebut, karena menurut mereka jika memanggil nama asliku terlalu panjang dan lidah mereka kaku untuk mengucapkannya sehingga timbullah nama Gembul. Dan tak ketinggalan, alasan lainnya adalah karena badanku memang “gembul”.
“Eh Gembul udah dateng tu” terdengar sayup ucapan Nova di telingaku.“Wah sepertinya biasanya Ia datang ke sekolah dengan badan yang masih saja lebar dan wajah yang arghh tak bisa kujelaskan” sudah kupastikan itu adalah suara Terra dengan cekikikannya. Tak kuhiraukan, aku langsung saja berjalaan lurus menuju kelas dan langsung duduk di kursiku.
“Mbul, kamu udah selesai belum pr Geografi kemarin?” ucap Bintang yang merupakan satu-satunya teman dekatku dan aku menyimpan rasa padanya.“Udah Bin, tenang aja” jawabku“Oke deh, kalau gitu kita sekarang ke lapangan ya untuk senam” ucap Bintang kepadaku dengan suara yang lembut sekali untuk ukuran seorang laki-laki.
Sepanjang perjalanan hanya diam yang menyapa kami, dan aku hanya berani menatapnya dari belakang. Sesuai namanya, bagiku Bintang adalah seseorang yang bersinar layaknya bintang Capella di rasi Auriga. Kulitnya sawo matang, tinggi, memiliki lesung pipi hingga bertambah ketampanannya. Oh ya ampun La, kau itu harusnya belajar bukan memikirkan ketampanan Bintang, sadar kau harus sadar, ucapku dalam hati.
Matahari sudah mulai ke puncaknya, itu pertanda bahwa kami akan segera pulang karena ini merupakan hari Jumat. Berjalan kaki adalah rutinitasku saat pergi dan pulang sekolah mengingat jarak antara rumah dan sekolahku hanya 200 meter, tentunya berjalan sendirian tanpa ada seorang teman yang menemaniku.
“Gembul oh gembul kenapa jalan sendiri, bagaimana tak sendiri Ia tak punya teman, hahaha”“Ya ampun Terra kau kreatif sekali sih sampai menyanyikan lagu dari film kartun anak”“Udah deh biasa aja”“Oke, aku lupa kalau yang nggak biasa itu Gembul, eh maksudku Nebula”“Kau bisa aja Nova. Nebula, aku pernah baca dari internet kalau Nebula itu merupakan sisa dari Supernova”“Oh ya, kau serius kan?”
“Iya aku serius” sambil menaik turunkan alisnya.“Wajar sih kalau artinya sisa, karena bentuk badannya kan sisa”  ucap Nova dengan nada mengejek tak luput dengan pandangan yang mengintrupsi serta gelak tawa diakhir kalimat.“Eh tapi jika dipikirkan, Nebula merupakan sisa Supernova dan Nova adalah namaku, berarti Nebula adalah sisa dari Nova?” lanjut Nova.
“Hmm benar juga sih, mungkin ayah Nebula dulu ingin punya anak sepertimu tapi ketika lahir ternyata fisik Nebula bertolak belakang denganmu, hingga lahirlah nama Nebula” lagi, gelak tawa mengakhiri kalimat yang mereka ucapkan.“Udah lah terserah kalian mau menganggap arti dari namaku apa, aku tak peduli.”“Kau bilang tak peduli? Jika tak peduli kenapa matamu berlinang air mata hah?”
Benar, aku tak sadar bahwa air mataku telah menetes. Sungguh aku benci diriku, diriku yang tak cantik, diriku yang lemah, diriku yang tak punya apa-apa, diriku yang mempunyai nama aneh, dan ayahku yang menyebabkan ini semua. Dengan emosi yang membara aku pulang melangkahkan kaki secepat cahaya. Sesampai di rumah emosiku sudah tak tertahankan, ayah yang menyambutku pulang, langsung kubentak.
“Ayah, nggak usah sok baik depan aku!” ucapku, sampai mengatakan kata aku di depan ayah.“Gara-gara ayah, aku jadi bahan ejekan baik di lingkungan rumah atau sekolah. Mereka menyebutku Gembul, mereka mengejekku bahwa Nebula itu artinya sisa Supernova. Sisa ayah, sisa. Apa ayah berharap aku akan menjadi sisa, menjadi remahan? Jawab aku ayah. Jawab!” “Nak, maksud ayah tidak begitu. Nebula adalah nama yang mempunyai makna mendalam”.
“Ayah bohong, ayah jahat” wajahku merah, rambut berantakan, langsung kututp pintu kamarku. Mungkin bagi kalian ini merupakan hal yang kekanakan, tapi bagiku tidak. Karena sudah 10 tahun aku diejek dan ayah tak pernah memberi pembelaan. Sampai aku berpikir ala-ala sinetron, aku ini anak kandungnya atau bukan? Jika iya, kenapa ayah memberiku nama yang hanya akan menyakitiku pada ujungnya dan tak pernah membela anaknya.
Langit sudah gelap, aku menengok ke arah jendela dan terlihat Bintang di langit sana. Kulihat jam, dan ini sudah pukul 19.00 WIB, aku becermin dan mataku sangat sembab tetapi hatiku masih marah pada ayah. Kemudian terdengar derup langkah kaki, dan pasti itu ayah.“Nak, buka pintunya ayo kita sholat berjamaah” pinta ayah dengan lembut.“Hmm” hanya itu jawabku“Nebula, ayo nak keluar dari kamar”
Baca Juga Galay Milky Way
Dengan memasang tampang cemberut aku keluar kamar, rambutku pun masih berantakan. Demi mendengar ayah tak mengoceh kembali, aku langsung mengambil wudhu. Entah kenapa ketika wudhu aku menangis, dan memori lamaku kembali lagi. Memori masa kecilku ketika di rumah bersama ayah, dan ibu. aku terlena dengan memori tersebut hingga waktu 10 menitku berlalu.“Kenapa lama sekali sayang” ucap ayah yang menyusulku ke tempat wudhu.“Iya sebentar aku tadi ke kamar mandi dahulu” jawabku dengan nada marah.
Setelah itu kami sholat. Walau aku masih marah, tapi aku tak lupa untuk  mencium tangan ayah, dan sekali lagi aku menangis. Selama ini aku tak pernah memperhatikan tangan ayahku yang sudah mulai menua. Oh Tuhan alangkah durhakanya aku.“Ayah, maaf. Maafkan Nebula yang selama membenci ayah hingga lupa akan kasih yang ayah berikan”“Nak, sudahlah. Ayah selalu akan menyayangimu dan memaafkanmu”“Tidak ayah, aku salah. Tak seharusnya aku membenci nama pemberian ayah”
“Tak apa nak. Kau tau, ayah memiliki harapan yang besar akan nama itu. Ayah ingin kelak nanti kau menjadi layaknya Nebula. Mungkin perkataan temanmu benar, Nebula merupakan sisa dari Supernova yang mana Supernova sendiri mempunyai energi yang banyak dan ayah berharap jika energi diumpamakan sebagai matahari maka kau akan memiliki energi layaknya matahari, walaupun hanya sedikit saja tapi setidaknya kau bisa menjadi matahari untuk keluarga menjadi sumber energi untuk ayah dan ibu . Kau harus tau juga bahwa Nebula diambil dari bahasa Latin yang memiliki arti ‘awan’. Ayah ingin kau menjadi awan yang selalu dibutuhkan orang, memiliki keindahan tersendiri, juga memiliki manfaat penting bagi alam. Dan kau tau nak, Nebula memiliki diameter yang sangat besar hingga ayah berharap nantinya kau akan menjadi orang yang “besar””.
“Maafkan Nebula ayah yang masih berpikir pendek dan sepert anak-anak. Yang tanpa berpikir lagi langsung membenci ayah, padahal ayah sangat baik padaku. Ayah bukan hanya seorang ayah, tapi ayah adalah ibuku juga” aku langsung menangis sejadi-jadinya di depan ayah.“Tak apa nak, ini proses menuju dewasa. Semoga nantinya kau menjadi lebih baik lagi Nebula”.
Sejak malam itu aku bertekad untuk menjadi Nebula yang sebenarnya. Nebula yang memiliki manfaat bagi sekitar, yang merupakan energi bagi ayah. Aku tidak akan benci lagi kepada ayah. Lalu untuk dipanggil dengan sebutan Gembul, aku sudah mulai terbiasa. Namun dibalik itu aku juga bertekad untuk rajin olahraga agar badanku tidak menjadi gembul kembali.
“La, gimana hari ini? kamu udah siap persentasikan?”
“Siap bosku” kukembangkan senyumku pagi itu. Pagi ketika umurku sudah menginjak 24 tahun. Di mana sekarang aku telah bekerja, menjadi Nebula yang sayang kepada ayah, menjadi Nebula yang tidak gembul lagi, menjadi Nebula yang sekuat tenaga untuk bersinar, dan menjadi Nebula yang masih memiliki perasaan sama terhadap Bintang.
Follow juga @omahkaryaindonesia