Komunitas yang bertujuan untuk memberdayakan setiap individu untuk terus berkarya dalam membangun bangsa Indonesia. Komunitas ini berfokus pada berbagi ilmu tentang literasi dan wirausaha.
Hari ini aku memutuskan untuk mencari ketenangan sebentar dari keramaian ibu kota. Ku titipkan kuda mesin kesayanganku di mushola terdekat dari stasiun. Tak lupa juga aku bertegur sapa terlebih dahulu dengan bu Wati.
“Ibu apa kabar? Sehat sehat kan bu? Ibu sudah makan?” tanyaku dengan penuh kekhawatiran. “Alhamdulillah Bul, ibu sehat sehat disini” jawabnya sambil tersenyum lebar dan mengelus bahuku. “Namaku Bulan bu, bukan gembul” jawabku sambil sedikit merajuk. Sambil tertawa kecil bu Wati menjawab “Iya nak Bulan, tapi dari dulu ibu selalu panggil kamu Bul kan? Kenapa baru protes sekarang? Hayooooo. “Hahaha iya ya bu, aku lupa” kataku sambil tertawa malu malu.
Aku dan bu Wati memang sudah sangat akrab sejak satu tahun terakhir. Rutinitasku yang sekarang mengharuskan aku untuk pulang pergi naik kereta. Tapi sejak tiga bulan terakhir ini aku sudah bisa mengendarai sepeda motor. Jadi baru hari ini lagi aku bertemu dengan beliau. Masih sama seperti dulu, tatapan teduh bu Wati selalu bisa menenangkan hati dan pikiranku yang sedang kacau.
“Kamu mau kemana sih Bul? Sudah hampir gelap loh ini, ga baik gadis manis sepertimu pergi sendirian jam segini.”“Mau ketemu bu Wati lah” jawabku sambil mengambil lengan bu Wati. “Ah kamu Bul, bisa aja bikin ibu kegeeran” jawab bu Wati tertawa kecil sambil mengelap keringatnya dengan handuk yang sudah lusuh bahkan sudah tidak layak digunakan lagi. Aku hanya tertunduk sambil senyum senyum sendiri, bingung karna sudah terlalu lama tidak berkeluh kesah dengan bu Wati. Bu Wati yang sedari tadi memperhatikan wajahku pasti sudah tau, ada sesuatu yang ingin kuceritakan padanya.
“Bul, mau main rahasia rahasiaan ya sama ibu? Bul yang dulu pernah sampai menangis di latar mushola loh karna ibu sibuk memakirkan motor orang orang dan tidak mendengarkan Bul cerita.” ucap bu Wati sambil mencolek hidungku
“Bu Wati masih ingat saja hahaha” jawabku sambil tertawa malu malu.
Akhirnya dengan penuh keberanian aku mulai bercerita dengan bu Wati.
Dua bulan yang lalu, tepatnya sebulan setelah aku belajar mengendarai sepeda motor, aku mulai merasa ada seseorang yang terus mengawasiku. Tidak banyak orang yang tahu kalau aku punya keahlian khusus, yaitu bisa mendengar suara apa saja dari jarak 50 meter dari tempat ku berdiri. Oleh karna itu dua sahabatku yaitu Bintang dan Aster selalu menemaniku kemanapun aku pergi.
Aku sudah mencoba konsultasi ke dokter khusus THT, tapi dokter tidak menemukan apa jenis penyakitku ini. Psikiater yang aku datangi juga bingung dengan masalahku ini. Akhirnya pada saat konsultasi ku yang terakhir dokter menyarankan aku memakai satu penutup telinga secara bergantian. Seminggu ditelinga kanan, seminggu kemudian ditelinga kiri.
Ternyata saran itu lumayan berhasil, aku tidak lagi pusing jika berada dikeramaian karna suara yang bertabrakan. Setelah pendengaranku membaik, aku dianjurkan untuk tidak menaiki kendaraan umum sendirian. Karna hal itu akhirnya aku bisa mengendarai sepeda motor sendiri. Supaya melatih konsentrasiku untuk tidak mendengarkan banyak suara saat berkendara.
Tapi untuk suara yang satu ini aku tidak bisa mengalihkannya. Suara jepretan kamera hampir setiap hari ku dengar. Tapi anehnya ketika aku menengok ke belakang tidak ada satu orangpun yang membawa kamera. Hari pertama mendengar suara itu memang terasa aneh, seperti benar benar tertuju padaku. Aku mencoba membiasakan diri dengan suara itu. Sampai pada hari kedua setelah aku keluar dari pintu rumahku, seorang tukang pos datang mengantar paket atas namaku.
“Permisi paket, atas nama Bulan Nur Sabita?” tanya bapak pos dengan ramah.
“Iya benar saya sendiri pak. Tapi maaf pak, sepertinya saya tidak pernah belanja online akhir akhir ini.” Ucapku kebingungan
“Wah maaf mba, saya juga tidak tahu. Tugas saya hanya mengantarkan paket ini dari kantor pusat.” ucapnya sambil menyodorkan paket atas namaku tadi.“Ya sudah pak, saya terima ya paketnya.” ucapku sambil buru buru menandatangani tanda terima yang bapak pos berikan padaku.Karna waktu sudah menunjukan pukul setengah sembilan, akhirnya aku langsung mengeluarkan motorku kedepan pagar sambil berpamitan dengan bapak pos tadi.
“Pak saya duluan yah, sudah mau telat kerja nih pak heheh” ucapku sambil tersenyum.“Iya mba mari.” Jawabnya sambil membereskan paket lainnya.Dijalan aku terus dihantui dengan pikiran “Siapa ya yang kirim paket kerumah? Biasanya kalo ada yang mau kirim paket pasti ngabarin aku dulu.”Setelah sampai dikantor aku segera bergegas ke mejaku dan membuka paket tadi pagi. Betapa terkejutnya aku, isi paket tersebut adalah tiga lembar foto ku di hari kemarin dan sebuah surat.
Alhamdulillah ternyata kamu baik baik saja. Jaga dirimu baik baik yaaa
Dari Malaikat Penjagamu
M.A.
Langsung ku tutup kotak tersebut dengan kesal. “Astaghfirullah…. Dia pikir dia siapa?! Bisa mengambil fotoku seenaknya.” gumamku kesal dalam hati.
Setelah hari itu, setiap harinya pasti ada paket untukku dari orang aneh yang berinisial M.A. tersebut. Tepat sebulan dia mengirimiku paket, akupun jatuh sakit. Badanku demam tinggi sampai harus diopname selama seminggu. Tapi hal itu tidak membuatnya jera. Buktinya setelah aku balik kerumah ternyata ada setumpuk amplop coklat sebanyak tujuh buah dikamarku.
Dan benar saja isinya surat dari orang aneh itu lagi. Bedanya kali ini tidak ada foto satu lembar pun. Mungkin karna dia tidak tahu aku sakit dan dirawat dimana. Anehnya aku senyam senyum sendiri membaca isi suratnya. Isi suratnya terlihat begitu khawatir dan posesif terhadapku. Tapi seketika hatiku menolak, karna dia bukan seseorang yang aku kenal baik, bahkan kusebut dia orang aneh.
Setelah aku kembali beraktivitas dengan normal, orang aneh itu mengirimiku paket lagi. Terus seperti itu sampai kemarin sebelum aku menceritakan semua ini pada bu Wati. Bu Wati yang merasa khawatir langsung menyuruhku untuk segera pulang. Tapi karna sudah adzan maghrib aku memilih untuk solat terlebih dahulu. Tak tega hati aku meninggalkan bu Wati tanpa mentraktirnya, akhirnya aku pergi ke warung nasi padang sebelah mushola untuk membeli sebungkus nasi untuk makan malam nya.
“Kamu Bul pake repot repot segala mentraktir ibu.” ucapnya sambil mengusap tanganku dengan lembut.
“Tak apa bu, ini hadiah dari ku karna ibu sudah mau mendengarkan ceritaku.” ucapku seraya memeluknya dengan hangat.
“Terima kasih banyak ya Bul.” ucapnya sambil membalas pelukanku.
Setelah berpamitan dengan bu Wati aku mulai menjalankan sepeda motorku menyusuri jalanan kampung yang minim penerangan. Aku sedikit terkejut ketika diujung gang ada sekitar lima anak tanggung yang menghalangi jalanku.
“Permisi dek, saya mau lewat ya.” ucapku sambil mengklakson sekali.Tidak disangka salah satu dari mereka malah mengarahkan sebuah gunting padaku. “Kalau kakak mau lewat sini, kakak harus bayar dulu sama kami.”
Aku panik, tidak pernah aku menghadapi hal ini sebelum nya. Apalagi sisa uangku tinggal sepuluh ribu rupiah dikantong jaketku. Ketika aku mengeluarkan uang dari jaketku itu, tiba-tiba seorang lelaki dewasa sekitar dua tahun lebih tua dariku datang dan menarik tangan anak yang memegang gunting tadi.
“Dia temanku.” ucapnya dingin
Kelima anak tersebut terkejut. Mata mereka memancarkan ketakutan yang amat sangat dalam. Mereka langsung pergi tanpa sepatah katapun.
“Mundur.” “Aku bisa pulang sendiri, terima kasih atas bantuan nya.“Mereka masih ada di bawah pohon 50 meter didepan. Aku terbengong dengan perkataan nya. Memang sebenarnya aku masih mendengar suara mereka didepan sana. Baru selangkah dia pergi aku langsung menahan nya.“Bisa temani aku pulang?” ucapku karna benar benar ketakutan. “Mundur.”
Diperjalanan kami sama sama bungkam. Tidak ada yang mau memulai percakapan terlebih dahulu. Dimotor aku terus saja melamun dan bertanya tanya siapa orang ini. Sampai akhirnya dia tiba tiba mematikan mesin motorku. Aku terkejut ketika menengok ke sebelah kanan ternyata aku sudah sampai dirumahku.
“Bagaimana bisa dia tau alamat rumahku.” gumamku dalam hati “Terima kasih banyak, tapi gimana bisa kamu tau rumah saya.”“Lain kali jaga diri.” ucapnya dingin sambil berlalu meninggalkanku. Aku yang terus dihantui kebingungan lebih memilih untuk memasukkan sepeda motorku dan bersih bersih setelah seharian beraktivitas. Sebelum tidur sempat terlintas pertanyaan “Siapa ya orang itu?? Gimana bisa dia tau alamat rumahku??” Karna sudah terlalu ngantuk akhirnya aku sudah masuk dialam mimpi.
Seperti biasa dipagi hari ada paket lagi untuk diriku. Karna hari ini aku libur kerja, jadi langsung saja kubuka paket itu. Tak disangka surat kali ini lebih panjang dari biasanya dan ada foto orang yang semalam mengantarku pulang.
Sudah setiap hari kubilang untuk terus menjaga dirimu baik baik.
Tapi kejadian semalam membuktikan bahwa memang aku harus terus menjagamu.
Maaf membuatmu terkejut semalam.
Untuk pertama kalinya aku ingin memperkenalkan diri.
Namaku Muhammad Alam, malaikat penjagamu selama 3 bulan terakhir ini.
Tidak ada maksud untuk menyakitimu, aku hanya terus menjagamu dari kejauhan.
Anggap saja ini sebagai ungkapan terima kasihku.
Karna kamu sudah menjaga ibuku selama 1 tahun terakhir ini.
Ya, aku adalah anak dari bu Wati yang selama ini kau kunjungi.
Ku harap kau tidak memberi tahu ibuku saat ini.
Karna nanti kalau sudah waktunya, aku akan menemuinya sendiri.
Aku akan tetap menjagamu dari kejauhan sebisa mungkin.
Tapi tetaplah berusaha untuk menjaga dirimu sendiri dengan baik.