Komunitas yang bertujuan untuk memberdayakan setiap individu untuk terus berkarya dalam membangun bangsa Indonesia. Komunitas ini berfokus pada berbagi ilmu tentang literasi dan wirausaha.
Semilir angin malam membelai lembut, rembulan bercahaya begitu indah. Suara hewan-hewan malam bersahutan membentuk melodi yang merdu. Suara langkah kaki seseorang terdengar mendekat kearah Aku yang sedang duduk dibangku taman. Aku menoleh, mendapati seseorang yang sudah ku tunggu-tunggu datang mendekat. Dengan senyum yang lembut Aku menyapanya.
“Langit.”
“Cahaya, sudah lama?”
“Tidak.”
Dia Langit, seseorang yang beberapa bulan ini mengisi hari-hariku, seseorang yang ditakdirkan tuhan sebagai pelengkap perjalanan hidupku. Entah hanya singgah atau menetap.
Langit tersenyum manis, lalu duduk di samping ku. Aku menatap danau didepan kami. Malam ini begitu menenangkan, suara hewan-hewan malam begitu merdu namun suram seakan-akan ikut kecewa bersama hati seseorang.
Sedari tadi Langit menatapku seakan ingin menyanyakan sesuatu tapi tak kunjung bersuara.
“Ingin mengatakan sesuatu?” Tanyaku.
“Kenapa wajahmu begitu murung, ada masalah?”
“Aku lelah.”
Langit mengernyit, tatapanya seperti meminta pejelasan lebih terperinci atas jawabanku.
“Aku ingin mengakhiri semua ini.”
Langit menatapku tajam, tak terima dengan kata-kataku. Dia orang yang keras kepala dan aku yakin dia tidak akan menerima keputusanku.
“Kita sdudah membicarakan ini berulang kali Cahaya. Sudah kubilang kamu akan tetap menjadi milikku titik.” Ucapnya.
Aku tersenyum kecut mendengar jawabannya yang tak ingin dibantah.
“Aku lelah Langit. Sampai kapan Aku akan berada antara Kamu dan Dia?”
“Aku dan Sinar tidak ada hubungan apapun, Cahaya.”
Aku melayangkan tatapan penuh luka padanya. Sampai kapan aku harus bertahan antara dua orang yang saling mencintai dan sekarang mereka berpisah karena aku tetapi mereka terus saling mengejar. Dan aku menjadi lautan penghalang untuk mereka.
Aku mulai geram dengan jawaban penuh dusta dari Langit. Jawabanya akan selalu begitu. Padahal dilihat dari sudut pandang maupun bukti nyata tidak ada yang membuktikan mereka tidak dalam sebuah hubungan. Mana ada orang tidak ada hubungan tetapi akun instagram dan akun whatsApp dipengang berdua, selalu diantar kemana-mana. Aku menarik napas dalam-dalam untuk menetralkan emosi yang bergejolak pada diriku.
“Bagaimana aku bisa percaya, sedangkan kenyataannya berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada.”
“Kamu tidak tahu atau pura-pura tidak tahu. Selama ini aku selalu berusaha untukmu bukan untuk yang lain. Sampai kecelakaan dalam perjalanan menuju rumahmu saking khawatirnya mendengan kabar kamu sakit.”
Langit terlihat begitu emosi. Aku tahu dia begitu perhatian padaku, aku tak meragukannya tentang hal itu tetapi tentang cintanya aku bahkan tak yakni dia cinta atau hanya obsesi.
Mataku sudah berkaca-kaca, selalu seperti ini. Aku merenggut rambutku. Ini terlalu rumit, Sinar akan terus mengatakan tidak ada hubungan dengan Langit jikat Langit mengatakan tidak. Tetapi dua hari yang lalu aku mendapat jawabannya dari Sinar. Tentang Sinar yang sudah sangat terbiasa dengan situasi seperti ini, tentang Sinar yang terus mengalah saat mereka bertengkar, dan tentang Sinar yang bertahan sudah dua tahun lamanya. Setia dan bodoh memang benar-benar beda tipis, entah Sinar yang terlalu setia atau terlalu bodoh, terlalu cinta mati dan sabar dengan tingkah Langit.
Emosiku sudah tak dapat ditahan lagi, aku memandang langit dan menumpahkan seluruh emosiku padanya.
“Dua tahun yang lalu kamu memutuskan seorang wanita yang begitu luar biasa walaupun tidak lama kemudian kalian berbaikan. Sejak saat itu dia pun kamu perlakukan sangat-sangat tidak berperasaan. Dia bersembunyi saat kamu merayu wanita lain padahal dia kekasihmu, dia yang meminta maaf saat kalian bertengkar padahal kamu yang salah. Dia lelah bahkan sangat lelah, wanita mana yang bisa mencintaimu seperci Sinar, LANGITT.”
“WANITA MANA LANGITT!” teriakku sambil menangis.
“Kamu menyembunyikannya setiap kamu punya wanita baru dan apa yang dia katakana? ‘seandainya aku tidak sabar, aku sudah hancur. Seandainya cintaku pada Langit tidak sedalam itu, aku mungkin menyerah dua tahun yang lalu. Aku lelah dengan semua ini tetapi aku sudah terbiasa sejak dua tahun yang lalu walaupun tetap sakit. Aku juga tidak mau seperti ini tetapi rasa ini terlalu dalam, cinta ini sudah sangat dalam untuk Langit. Jangan pedulikan aku, Cahaya. Aku baik-baik saja.’ Itu menyakitkan Langit.” Ucapku.
Aku tidak bisa menahan tangisku apalagi mengingat bagaimana tatapan Sinar waktu itu. Langit tetap sama dengan segala ke egoisannya, tak peduli Sinar maupun Cahaya terluka dengan hal ini. Yang jelas Langit menginginkan Cahaya dan Tetap mempertahankan Sinar dengan segala kesakitannya.
Langit ingin menjadi seperti bumi, Pada siang hari di Sinari oleh Matahari yang menghangatkan dan pada malam hari di Cahayai oleh Bulan yang meyejukkan.