Perbukuan di Indonesia

Indonesia beberapa tahun belakangan menggencarkan peningkatan literasi tak terkecuali literasi baca tulis.

Literasi baca tulis pun tak terlepas dengan kegiatan membaca buku.

Buku sendiri diperkirakan lahir pada 2400-an sebelum Masehi setelah ditemukan papyrus-sejenis kertas yang terbuat dari bahan-bahan rumput yang berasal dari sekitar Sungai Nil. Dahulu bukan dengan dijilid bukunya namun dengan digulung.

Buku menurut UNESCO, memiliki standar 49 halaman tidak termasuk sampul, buku berupa kumpulan kertas atau bahan lain yang dijilid menjadi satu dan berisi tulisan atau gambar.

Namun beberapa hari belakangan ini ada peristiwa yang menggemparkan publikasi terkhusus buku di Indonesia karena terjadi kelangkaan ISBN. Hal ini sebagaimana penjelasan dalam laman ini klik di sini.  Tidak hanya minyak goreng yang langka, sekarang ISBN pun juga ikut langka.

Alternatif pengganti ISBN

Adanya problematika ISBN tersebut akhirnya memunculkan alternatif indeks buku di antaranya melalui QRBCN. Tak hanya itu bahkan ada isu akreditasi penerbit.

QRCBN adalah Sebuah Teknologi Pengidentifikasi Buku yang Berbentuk QR Code. QR Code tersebut memuat detail informasi buku, Mulai dari detail penulis dan juga detail penerbit. Beberapa kelebihan QRCBN di antaranya:

  1. Layanan Sepenuhnya Gratis
  2. Tidak Harus Menyerahkan Deposit Dalam Bentuk Apapun
  3. QR Code akan berisi informasi mendetail tentang buku yang terbit
  4. Tidak Harus Menyerahkan Deposit Dalam Bentuk Apapun
  5. Penggunaannya Mudah, Cepat, dan Dapat Digunakan Kapanpun dan Dimanapun
  6. Bersifat Internasional

Namun adanya kelangkaan ISBN tersebut tetaplah memberi dampak luar biasa bagi dunia literasi di Indonesia, bahkan bisa memicu beragam masalah lainnya.