HUJAN MERINDUKAN PELANGI

Karya : Erni Handayani

Langit mendung, gemuruh riuk petir menyambar secepat kilat, daun kering berguguran terbawa arus angin. Senja pekat membara pertanda malam akan segera datang, mentari akan segera tenggelam.
 
“Syuuuuuuuuutt,, na na na na na, hai angin kenapa kau lambat sekali, lebih cepat aku daripada kau, lihatlah aku dalam sekejap mata bisa langsung tiba di tempat tujuanku, haha”
Petir menerobos gumpalan awan dan melewati angin riuh.
“Petir, lihatlah dirimu, walaupun kau cepat, tetap saja kau membuat orang-orang takut kepadamu dengan suara bisingmu itu” Sahut Angin tidak terima.
“Hei, mereka itu tidak tahu kalau suara bisingku adalah nyanyian yang sangat merdu di cakrawala, Hhheeee”
“Kau bisa saja, cepatlah bekerja lagi, jangan sampai alam semesta goyah karena kau”
Merekapun kembali bekerja sebagaimana alam telah menentukan posisi dan keutamaan masing-masing. Di sela-sela kegiatan alam yang semerbak mempesona dengan lika-liku menerjang menjadi kenikmatan tersendiri untuk kelangsungan hidup manusia dan semua yang berada di dalamnya. Terpampang sang hujan yang tengah menangis sendu, berderai bulir air mata, menghilangkan karismanya.
“Hujan, kenapa kau menangis?” Tanya Angin kepadanya.
“Hai Angin, tentulah dia menangis, karena dia adalah hujan yang akan selalu menitikan bulir air di setiap dia turun, kau ini bagaimana, begitupun masih bertanya” Sahut Petir.
“Tapi dia seperti berbeda”
“Masa sih, hei hujan benarkah kau menangis? Apa yang membuatmu bersedih? Tanya Petir kepada sang Hujan.
“Angin, Petir lihatlah warnaku, tak indah, tak seperti aliranku di pagi, siang atau sore hari, lihatlah dikala aku turun saat menjelang malam, hanya senja yang nampak indah, jingga memanah hati, namun apalah warna diriku, hanya membuat manusia merasa risau” Jawab Hujan sambil menunduk lesu dan pasrah.
“Hei hujan, kau risau membicarakan warna, apa maksudmu?” Tanya Petir kembali.
“Petir tidakkah kau menyadari, jikalau aku turun di saat pagi dan mentari membias dalam aliranku, maka hal indah apa yang akan muncul?” Tanya sang hujan.
Seketika Petir tertegun mendengar jawaban sang Hujan. Petir yang tengah bingung dengan lontaran kata dari Hujan menoleh kepada Angin yang ikut mendengar pula curahan hati Hujan. Angin hanya tersenyum, lalu menghampiri Hujan lebih dekat.
“Aku tahu kegelisahanmu wahai Hujan, sudah sekian lama, hampir satu bulan dia tak muncul, dan kau murung seperti ini sejak 2 minggu terakhir, kau berharap dia akan datang walau kau turun di sore hari, tapi dia tak muncul karena mentari tak membiaskan sinarnya, ketahuilah Hujan, besok adalah jadwal dimana Mentari akan bersinar setelah kau turun”
“Benarkah” Sahut Hujan dengan gembira dan mulai tersenyum.
“Hai Hujan, kau tak tahu kah, kalau 2 minggu terakhir ini Mentari banyak tugas?, Kau tak pernah sekalipun melihat jadwalnya, payah sekali kau” Desus Petir kepada Hujan.
“Sudahlah Petir, besok kau kan cuti, mau main bareng kah denganku?”
“Bwahahaha, kau ajak aku main? Hmmmnnn, bolehlah boleh, yuk kita pergi”
“Besok, bukan sekarang, hari ini aku sibuk banyak tugas, kau pun sama, kau lupa ya”
“Oh iya aku lupa jam berapa ini sudah telat sekali, kalau gitu aku pergi dulu ya, bye”
Sekejap mata Petir menghilang memasuki langit kelabu meningggalkan Angin dan Hujan, menembus batas meraungi alam semesta menunaikan tugasnya.
“Hujan, besok kau akan jumpa dengan pelangi yang kau rindu, kau sudah tidak galau lagi kan? Hhheeee” Ejek Angin kepada Hujan.
“Pasti, aku sudah tidak akan sedih lagi karena tahu bahwa esok akan berjumpa dengan Pelangi pujaanku”
“Ya sudah kalau gitu, aku tugas duluan ya, sampai nanti Hujan”
Anginpun ikut meninggalkan Hujan untuk segera menghembuskan udara segar setelah hilangnya rintik hujan dan gemuruh petir agar semua makhluk hidup di dalam bumi dapat merasakan setiap aromanya hingga bunga tersenyum merekah ruah.
Keesokan harinya, Hujan kembali turun untuk bertugas disertai Mentari yang menyilaukan mata nan menyejukkan dada merasuk kalbu, memberikan sedikit kehangatan untuk sang Hujan.
Saat hujan mulai reda, munculah lekukan 7  warna di atas awan, indah melintang menghias langit sore yang akan menyambut bias cahaya Mentari hangat dan menyemai pesona keajaiban alam yang luar biasa elok di pandang mata.
“Hujan…….” Teriak Pelangi.        
“Pelangi, akhirnya aku mendapatkanmu kembali”.
Hujan yang mereda dan Pelangi yang timbul dari bias cahaya, berpeluk erat menyemai dalam bumi, memusnahkan setiap jarak, melepas rindu yang lama terpatri dalam hati.
“Akhirnya, mereka berjumpa ya Petir?”
“Iya Angin… Hueee hueeee, aku terharu” Tangis Petir seketika mencuat.
“Bwahahaha, Petir kau bisa menangis juga, aku terkejut, hahahaha, aku kira air mata kau sudah mati”
Angin tertawa sembari berhembus meninggalkan Petir, tawanya menggema mengetuk gendang telinga, tersemai di penjuru alam langit.
“Apaan kau Angin, sini kau” Petir menyambar mengejar Angin yang tengah mengejeknya.
Alam semesta di hari itu nampak tenang dengan penuh cinta dan kasih, beraroma nuansa hidup yang penuh perjuangan dan tugas elemen bumi yang kian hari kian memberatkan, namun itulah mereka yang akan membentuk rangkaian semesta menjadi sempurna.
Kirimkan karya kalian di instagram omah karya indonesia 
Atau melalui email omah.karya.indonesia@gmail.com aturan selengkapnya bisa cek di omahkaryaindonesia