HARAPAN MASA DEPANKU DAN KEBAHAGIAAN
Hari – hari dalam hidupku memang penuh warna kebahagiaan, walau terselip satu harapan yang tak pernah terkabulkan. Aku bernama Muzayyanah Sa’diyah, aku hidup di tengah-tengah keluarga yang keberadaannya cukup baik. Aku adalah anak satu-satunya, akulah satu-satunya anak yang sekolah ingin membahagiakan orang tua.
Dengan kecerdasanku, aku selalu dihina oleh teman sekelasku menganggapku sok pintar dan sok rajin padahal yang ku inginkan hanya mewujudkan cita-cita dan membahagiakan orang tuaku. Walau itu semua sangat menyakitkan untukku, tapi aku berusaha untuk tetap tegar.
“Sombong loh, sok rajin,” ledek temanku, Iim. “Dari kelas 8 sampai 12 sma tetap saja kaya gini, anak sombong cari perhatian guru pula?” sambung temanku, Iim.
“Heh … Kalian tuh maunya apa sih? Ngeledek Muzay terus! Coba bayangkan kalau kamu ada di posisi muzay, gimana rasanya?” Rizky membelaku.
“Udahlah Riz gak usah ditanggapin, aku gak apa-apa kok,” ucapku.
“Tapi, mereka itu udah keterlaluan,” jawab Rizky.
“Udah … Udah, kita masuk kelas saja!” sahutku.
Walaupum aku tak pernah tanggapin mereka, tapi tetap saja selalu ada rasa sakit yang tersirat di hatiku. Jujur, selalu ada rasa kecewa, sesal, dan menyerah dengan keadaanku sekarang ini tapi aku tetap berusaha untuk mengejar cita-citaku.
“Ya Allah … betapa aku ingin seperti mereka, asyik bercanda, bebas, yang selalu bahagia tanpa senyum palsu. Aku mohon, tegarkanlah aku, kuatkanlah aku,” do’aku dalam hati.
Di kelas, aku hanya duduk termenung meratapi sakitnya sebuah hinaan yang tertuju kepadaku. Aku pun menjadi tidak konsentrasi dalam belajar, hingga aku ditegur oleh guruku.
“Muzay … coba isi pertanyaan yang ada di papan tulis!” ucap Bu Khotijah dengan nada sedikit tinggi.
“Ah iya, Bu,” jawabku.
Di depan semua murid-murid, aku berdiri untuk mengisi soal tersebut. Tapi, aku tidak bisa mengisi semua soal itu. Akhirnya aku pun dimarahi oleh guruku dan diledek oleh teman-temanku. Aku sedang tidak fokus banyak teman-teman menjauhiku karna mereka benci.
“Makanya, kalau guru sedang bicara di depan tuh dengarkan. Kalau kaya gini, mendingan kamu keluar dan gak usah ikut pelajaran saya!” bentak Bu Khotijah.
“I … iya maaf, Bu. Tapi, Bu aku ingin belajar,” ucapku.
“Kamu belajar di perpustakaan saja,” ucap Bu Khotijah.
“Uuuh … Dasar sok cari perhatian,” ledek teman-temanku. Aku pun keluar dari kelasku sambil menangis.
Di rumah, aku bercerita kepada ibuku tentang semua yang terjadi. Walau sedikit canggung, aku pun memberanikan diri untuk bercerita.
“Bu … Kenapa sih aku dijauhi bahkan di ledekin sama temen-temen karna mereka mengira aku sok pintar, rajin, dan mencari perhatian guru padahal aku hanya ingin belajar giat buat masa depanku sampai-sampai aku tak fokus tadi di kelas ibu guru juga marah karena saya termenung dan tidak bisa menjawab pertanyaannya?” tanyaku.
“Kenapa kamu tanya seperti itu?” mama berbalik tanya padaku.
“Aku malu sama semua teman-temanku, aku sering diejek, dihina oleh mereka. Terkadang aku pernah putus asa dengan semua itu! Bu … aku ingin berteman baik dengan mereka” jelasku.
“Dengar ya sayang … Kamu gak boleh putus asa, gak boleh nyerah, menyesal dengan semua yang terjadi. Allah menciptakan umatnya dengan seadil mungkin, di dunia ini manusia di ciptakan mempunyai kelebihan, dan kekurangan, ingat itu! Mama gak masalah dengan semuanya malah kamu harus bersyukur punya niat belajar yang baik, yang penting kamu sehat dan bisa membanggakan dan membahagiakan ibu dan keluarga. Kamu paham, kan?” jelas ibu.
“Sama seperti pelangi yang indah karena warnanya berbeda-beda, hidup pun menjadi indah karena adanya perbedaan,” sambungnya.
“Makasih ya Bu udah selalu nyemangatin Muzay. Muzay sayang ibu,“ ucapku.
“Iya, Ibu juga sayang Muzay,” ucap ibu.
Dengan semua penjelasan yang Ibu berikan kepadaku, kini aku jadi tidak bersedih dan menyesal lagi. Itu semua menjadi sebuah harapan hidupku yang mungkin gak akan pernah terkabulkan. Aku berjanji, aku akan selalu tegar dengan semua yang terjadi. Mengapa? Karena aku masih punya Allah yang selalu membantuku untuk berusaha ceria menjalani kehidupanku.
– Kesempurnaan hanya milik Allah dan hanya Allah yang mengetahui segalanya kebahagiaan tak harus di cari tapi kebahagiaan akan selalu datang kepada orang yang senantiasa baik terhadap sesama –
Lumajang,17 desember 2019
Informasi karya atau materi lainnya bisa cek di youtube Omah Karya Indonesia atau web Omah Karya Indonesia menu tips menulis.