Apakah Arti Teman Itu?

Karya Oleh : Setya Kadarningsih

“Di, pinjam PR dong!” tagih Roro kepada Ditya yang baru saja sampai di kelas.

“Aku juga pinjam dong, Di!” sambar Dewi sebelum Ditya sempat merespon permintaan Roro.

Beberapa detik kemudian, belum lagi Ditya sempat menjawab Roro dan Dewi, datang Reni dan Rina yang juga bermaksud sama, meminjam PR kepada Ditya. Ditya hanya bisa pasrah dan langsung membuka ransel sekolahnya ketika sampai di bangkunya. Ditya selalu duduk di deretan paling depan. Seperti biasa, dia menyerahkan Lembar Kerja Siswa (LKS) ataupun buku PR-nya kepada teman-temannya yang meminjam PR. Begitulah keseharian Ditya di pagi hari ketika tiba di sekolah.

Ditya tidak pernah sedikit pun memprotes teman-temannya yang terbiasa meminjam PR sekolah tiap pagi padanya. Dia selalu memberikan PR yang teman-temannya minta. Ditya tetap meminjami PR sekolah yang susah payah dia kerjakan sendiri untuk mereka contek. Walaupun, PR itu dia kerjakan sampai mata harus berperang melawan kantuk saking banyaknya PR yang diberikan. Ditya tidak pernah merasa dibebani oleh teman-temannya. Bukan karena Ditya tidak mau memprotes teman-temannya, tetapi dia hanya ingin memiliki teman. Dia hanya tidak ingin dimusuhi teman-temannya karena dianggap pelit.

Sejak di bangku Sekolah Dasar, Ditya memang dikenal sebagai salah satu murid yang pendiam namun pandai dalam berbagai bidang mata pelajaran di sekolah. Tidak heran jika banyak guru yang memujinya sebagai murid terpandai dan juga rajin. Hal ini karena Ditya tidak pernah absen mengerjakan PR atau tugas sekolah.

Ada satu mata pelajaran yang tidak dapat dikuasai oleh Ditya, yaitu Pendidikan Kesehatan Jasmani atau Olah Raga. Bukan karena Ditya malas berolah raga, tetapi karena Ditya memiliki riwayat penyakit Splenomegali (perebesaran Limpa) sejak berumur sembilan tahun. Sampai dia duduk di bangku SMA kelas X, dokter belum yakin dengan hasil analisis diagnosisnya. Dokter pernah memperkirakan bahwa Ditya mengidap penyakit Talasemia. Itulah yang menyababkan Ditya menjadi anak yang pendiam dan tidak bisa memilih-milih teman. Dia mau berteman dengan siapa saja. Dia tahu bahwa teman-temannya hanya memanfaatkan kebaikannya untuk meminta contekan baik PR maupun ujian. Ditya tak pernah protes sedikit pun dengan tingkah teman-temannya. Tidak peduli, jika ada di antara temannya berbicara yang menyebalkan, Ditya dengan begitu mudahnya memaafkan. Baginya, setiap “Teman” yang dia temui, kenal, dan jumpai di manapun dia sekolah adalah teman.

“Di, besok ulangan harian Matematika, aku nyontek ya?” kata Tria. Tria merupakan teman sebangkunya hanya ketika ada ulangan harian. Ditya hanya mengangguk mengiyakan tanda jawaban setuju dan dibalas Tria dengan senyuman. Sejak dulu, Ditya menyadari kalau teman-temannya jarang ada yang mau duduk sebangku dengannya. Mereka hanya mau sebangku dengan Ditya jika ada hal yang mereka butuh, seperti halnya Tria. Tetapi, Ditya tetap saja tidak pernah ambil pusing soal itu. Baik duduk sebangku bersama teman atau hanya sendirian. In conclusion, Ditya sudah mulai terbiasa dengan keadaan yang ada.

Media Sosial Penulis : Instagram : @kadarsatya

 

Mau menikmati karya OKI lainnya bisa berkunjung di sini