Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia sering kali harus mengemukakan pendapat dan bertukar pandangan dengan orang lain. Semua orang berhak untuk berpendapat dan juga berhak mendapat apresiasi atas pendapat yang mereka utarakan. Namun, pada kenyataannya, meski pendapat yang diutarakan logis dan sesuai dengan topik atau permasalahan yang disajikan, acap kali tingkat apresiasi yang didapatkan dari para pendengar terhadap opini tersebut tidak sesuai seharusnya. Hal ini terjadi karena ada beberapa faktor, baik dari penyampai opini itu sendiri maupun tanggapan orang lain terhadap opini tersebut.
Faktor pertama penentu diapresiasinya sebuah opini, yaitu; bias kognitif para pendengar mengenai kesan pertama sang penyampai opini. Hal ini disebut dengan efek halo dan tanduk (halo and horns effect) di dalam dunia psikologi, yaitu kecenderungan menilai orang lain secara menyeluruh hanya berdasarkan ciri-ciri umum yang belum tentu merepresentasikan siapa diri orang lain itu sebenarnya. Efek ini merupakan distorsi persepsi terhadap individu dan/atau kelompok tertentu, yang menyebabkan individu dan/atau kelompok tersebut mendapat dinilai secara tidak objektif dari sekitarnya.
Sebagai contoh, hanya ada dua pria yang datang ke kantor pada hari yang sama untuk diwawancarai. Pria pertama datang tepat waktu serta berpakaian rapi sesuai peraturan, sedangkan pria kedua datang terlambat dengan pakaian berantakan. Ketika diwawancara pun, pria pertama menunjukkan kompetensi yang lebih tinggi pada bidang yang diinginkan dibandingkan pria kedua. Namun, karena pewawancara lebih tertarik akan pria kedua yang bertubuh tinggi serta tampan dibandingkan pria pertama yang pendek serta gemuk, hanya pria kedua yang diterima menjadi karyawan perusahaan tersebut.
Dari contoh di atas, dapat diketahui bahwa efek halo dan tanduk dapat secara fatal membelokkan persepsi seseorang secara keseluruhan, hanya karena ciri-ciri spesifik yang seharusnya tidak diperhitungkan dalam pengambilan keputusan. Dampak serupa juga sering terjadi dalam menghargai sebuah opini. Suatu opini yang keliru cenderung dibenarkan hanya karena yang menyampaikan opini tersebut populer di tengah masyarakat. Sementara itu, opini yang logis serta tepat sasaran malah tidak akan diacuhkan bila disampaikan oleh seseorang yang dijauhi serta dikucilkan oleh masyarakat.
Namun, selain efek halo, faktor berikutnya yang menyebabkan penghargaan tinggi terhadap pendapat adalah kesesuaiannya dengan pendapat mayoritas. Hal ini disebabkan oleh masyarakat yang sering kali masih terjangkit dengan kesalahan logika appeal to majority, yang juga disebut bandwagon fallacy. Dalam teori argumentasi ini, suatu pendapat dianggap benar karena disetujui oleh banyak orang, padahal pendapat tersebut bisa jadi keliru. Oleh karena itu, sulit bagi pihak yang menemukan kekeliruan dalam ide itu untuk mengubah pandangan masyarakat mengenai ide yang mereka percayai selama ini.
Contohnya, di dalam budaya patriarki, perempuan dibatasi menjadi sekedar pengurus rumah tangga yang tidak boleh mencari nafkah serta menuntut ilmu. Meski kesetaraan gender kini digalakkan, budaya ini nyatanya masih melekat erat pada masyarakat Indonesia, terutama pada masyarakat pedesaan. Oleh karena itu, masih banyak wanita yang tidak dihargai pendapatnya oleh para anggota keluarga lelakinya, serta memerlukan usaha lebih agar diperbolehkan mencari pekerjaan serta mengenyam pendidikan tinggi di luar kota.
Satu lagi faktor yang menentukan tingkat penghargaan terhadap suatu opini ialah sikap dan bahasa tubuh ketika mengungkapkan opini. Meski suatu opini ditata sedemikian logis disertai bukti-bukti ilmiah dan analisis mendalam, opini tersebut tidak akan tersampaikan dengan baik apabila teknik-teknik berkomunikasi tidak dikuasai. Oleh karena itu, agar dapat mengomunikasikan suatu pandangan secara maksimal, perlu dipelajari cara mengucapkan suatu kalimat dengan intonasi dan artikulasi yang tepat, memakai bahasa tubuh sesuai konteks, serta mengalahkan demam panggung ketika berbicara di depan publik.
Tidak seimbangnya apresiasi terhadap berbagai sudut pandang menyebabkan ketimpangan dalam proses diskusi. Padahal, dengan menyelaraskan setiap perspektif yang berbeda, dapat diperoleh suatu solusi yang bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat di dalam diskusi. Maka dari itu, diperlukanlah sikap terbuka serta saling menghormati dari setiap elemen diskusi. Dengan demikian, terciptalah situasi diskusi ideal yang sesuai dengan jiwa demokrasi bangsa.
***
Daftar Pustaka
Iqbal, Muhamad. 2018. https://medium.com/@muhmiqbal/tips-trik-public-speaking-aae655b25f2f, diakses pada 2 September 2021.
LeClaire, Anne. 2017. The Halo Effect. Lake Union Publishing: Seattle.
Powers, Bethel Ann; Thomas R. Knapp. 2010. Dictionary of Nursing Theory and Research (4th edition). Springer Publishing Company: New York.
Walton, Douglas N. 1999. Appeal to Popular Opinion. The Pennsylvania State University Press. hlmn. 61-62
***
Jakarta, 2 September 2021
Karen Angel ialah gadis SMA berumur tujuh belas tahun yang lahir dan masih tinggal di DKI Jakarta. Imajinasi di dalam kepalanya yang senantiasa aktif setiap detik menjadi alasan dirinya berkecimpung di dalam dunia sastra. Dapat disapa melalui Wattpad (@karena_ibb), IG (@karena_ibb), dan Line (ID: dreamlight2908).
sumber gambar : https://id.pinterest.com/pin/84020349287823777/