Alam

Alam dan manusia adalah suatu hal yang akan terus saling berkaitan dan berhubungan sangat erat. Keduanya saling membutuhkan sebagaimana manusia membutuhkan manusia lainnya. Alam memerlukan manusia yang berperan sebagai khalifah di muka bumi ini untuk menjaga, mengolah, dan melestarikan segala materi di dalamnya. Sedangkan manusia memerlukan alam untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan untuk menunjang kehidupannya secara layak. (alam dan manusia)
Manusia pada zaman ini sudah semakin mengalami degradasi yang signifikan. Seolah melupakan untuk apa diciptakan, sehingga nafsu dan rasa tak pernah puas dalam dirinya semakin mendominasi. Mereka melakukan segala cara dengan mengeruk kekayaan alam tanpa batas yang mampu memfasilitasi dirinya. Mereka meraih kepuasan dan mendapat aktualisasi diri dari orang-orang di sekitarnya tanpa mempedulikan dampaknya yang akan mengotori atau merusak alam yang ditinggalinya.
Jika ditilik dari berbagai macam kemarahan alam sepanjang tahun 2018 lalu dan di awal tahun 2019 ini, seharusnya menjadi tamparan tersendiri bagi manusia. Banyaknya nyawa yang terenggut dan kerugian ekonomi yang dialami akibat bencana juga tergolong besar diharapkan menggerakkan hati manusia untuk melakukan perbaikan dalam berperilaku.
Tertulis dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 bahwa bencana alam adalah sebuah peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam atau non-alam maupun faktor manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana alam yang diakibatkan oleh faktor alam sendiri dapat diartikan jika penyebab timbulnya bencana tersebut tidak dipengaruhi oleh ulah manusia seperti gempa bumi, gunung meletus, dan sebagainya. Faktor non-alam kemungkinan besar dapat terjadi dari kegagalan penggunaan teknologi sehingga menimbulkan kecelakaan besar misalnya meledaknya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir.
Kemudian faktor manusia banyak terjadi karena pemahaman hakikat alam yang masih kurang, konflik sosial, dan menurunnya kesadaran akan pentingnya alam sehingga membuat mereka serakah dalam pemanfaatannya.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mancatat bahwa bencana hidrometeorologi paling dominan dari seluruh bencana yang terjadi sepanjang tahun 2018. Dengan catatan jumlah putting beliung mencapai 605 kejadian, banjir 506, kebakaran hutan dan lahan 353, longsor 319, erupsi gunung api 55, gelombang pasang dan abrasi 33, gempa bumi yang merusak 17, dan tsunami 1 kali. Tercatat 3.548 orang meninggal dunia dan hilang, 13.112 orang luka-luka, 3,06 juta jiwa mengungsi, 339.969 rumah rusak berat, 7.810 rumah rusak sedang, 20.608 rumah rusak ringan, dan ribuan fasilitas umum rusak.
Selain data di atas, BNPB juga mencatatkan bahwa selama periode Februari 2019 telah terjadi 83 kejadian gerakan tanah dengan 11 korban jiwa dan banyak rumah rusak yang disebabkan gerakan tanah tipe lambat yang terjadi di Lebak Banten dan Banjarnegara. Provinsi yang paling banyak ialah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Sumatera Utara serta Aceh. Dan diprediksikan bahwa pada bulan Maret 2019 akan terjadi peningkatan curah hujan terutama di Pulau Sumatera dan sebagian besar Pulau Jawa, Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua.
“Alam bukanlah warisan dari nenek moyang, tapi titipan dari anak cucu kita,” ucap Rektor IAIN Surakarta, Dr. H. Mudofir Abdullah, S.Ag., M.Pd., ketika mengisi kegiatan Capacity Building “Membentuk Jiwa Kepemimpinan yang Berkarakter dan Visioner” Mahasiswa Bidikmisi IAIN Surakarta Angkatan 2017 di Barak TNI AD Bantir Sumowono Kab. Semarang, Kamis lalu (28/02).
Berbagai bencana yang sudah kita saksikan agaknya menyentil hati kita untuk memperbaiki diri. Bukan hanya kita yang menikmati alam titipan ini. Alam akan semakin tua dan punah secara perlahan apabila keserakahan masih melingkupi diri dan menutup mata hati dalam kehidupan yang saat ini sangat memprihatinkan. Jika alam mampu berbicara maka sudah dipastikan alam akan mengeluh karena ulah manusia yang seenaknya melukai kepercayaannya.
Jika dipandang dari perspektif Islam, kerusakan alam yang terjadi diakibatkan oleh perbuatan maksiat manusia. Hal ini tercantum dalam QS. Ar-Rum: 30/41 yang artinya, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Perbuatan maksiat dalam hal ini bermacam-macam. Misalnya menebang hutan tanpa menanam kembali hingga mengakibatkan banjir dan tanah longsor, penggunaan air conditioner dan asap kendaraan yang berlebihan hingga pemanasan global dan efek rumah kaca merajalela, membuang sampah sembarangan hingga menyumbat saluran air dan menghalangi keindahan alam, dan masih banyak perbuatan merugikan lainnya. Jelasnya, perasaan membanggakan diri mematikan pemahamannya tentang alam yang hanya titipan.
Di era revolusi industri 4.0 ini, teknologi sudah semakin maju. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menjaga alam, dimulai dari langkah yang sederhana sampai langkah yang besar. Kenapa tidak melakukan perubahan? Jika manusia dapat melakukan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, maka memperbesar hasrat untuk menyenangkan alam dapat pula dijalankan. Menanam pohon hijau atau bunga di halaman rumah jauh lebih berguna. Mendaur ulang sampah plastik jauh lebih berkesan.
Menyesuaikan porsi yang dibutuhkan tanpa melebih-lebihkan penggunaan sumber daya alam jauh lebih berharga. Kesiapan dan kewaspadaan dari pengalaman-pengalaman yang telah dilalui pada masa lampau hendaknya mampu membantu menghantarkan keasrian dan keindahan alam untuk dinikmati anak cucu dengan mata kepalanya sendiri. Bukan hanya dalam dongeng sebelum tidur.
Della Tri Damayamti (Mahasiswa IAIN Surakarta
Peserta Kepenulisan Esai Omah Karya Indonesia
dellatrii.dt@gmail.com, 0855 3656 8442
info menarik lainnya cek di instagram omah karya indonesia