Desa Kematian
Pagi ini cuaca cukup cerah dengan diiringi hembusan angin yang menyejukkan, ayam yang mengeluarkan suara khasnya, akan tetapi bagaikan petir yang menyambar di siang hari. Aku mendapatkan berita buruk. Aku harus pindah rumah karena ayahku baru saja di mutasi ke daerah pedalaman. Aku pun terpaksa harus meninggalkan rumah yang mempunyai kenangan cukup banyak, terutama kenangan bersama Kakek dan Nenek.
Sesampainya di pintu gerbang, aku melihat dengan sangat jelas bahwa desa ini bernama Desa Bilqis. Aku merasa heran tidak ada penduduk yang melalukan aktivitas di luar rumah. Awalnya, aku sangat ketakutan, tetapi dengan memainkan handphone membuat hatiku lebih tenang.
Akhirnya, aku sampai di rumah yang telah Kakek wariskan untuk Ayah. Rumahnya cukup megah, benda-benda di rumahnya bernilai tinggi, tetapi hal itu membuat hatiku tidak tenang.
“Nara, mengapa kamu diam saja di depan pintu?”
“Tidak, Bu. Aku hanya kagum dengan rumah pemberian Kakek,” ucapku dengan tersenyum.
“Kalau seperti itu, lebih baik kamu kemas barang-barang punyamu. Kamu harus belajar lebih mandiri,” pinta Ibu dengan menggelengkan kepala.
Pada saat aku membawa barang-barang, dari arah luar jendela seperti ada yang mengawasiku, tetapi pada saat aku menoleh, tidak ada siapa-siapa. Hal itu membuat aku makin ketakutan, kamar yang sangat banyak membuat aku bingung memilih kamar. Lalu, aku memilih kamar dekat tangga.
“Nara, Nara,” panggil Ibu.
“Ada apa, Bu?” tanyaku yang berteriak dari arah kamar.
Setelah tidak ada sahutan dari Ibu, aku pun mencarinya di luar kamar maupun setiap sudut rumah dan tidak sengaja aku menemukan secarik kertas yang betuliskan bahwa Ibu dan ayahku baru saja pergi untuk membereskan berkas-berkas kepindahan sekolahku yang sebelumnya, tetapi lagi-lagi badanku terasa dingin.
“Nara, Nara!”
Pada akhirnya, aku pun menyadari bahwa sejak tadi yang memangil namaku bukanlah Ibu, tetapi makhluk halus atau penghuni rumah ini. Aku pun berlari ke luar rumah agar menghilangkan rasa takut, tetapi bukan ketenangan yang kudapatkan, melainkan aku benar-benar terkejut bahwa ada seorang anak perempuan yang sudah berdiri di depan gerbang rumah.
“Kamu siapa?” tanyaku dengan melihat ke arah kakinya.
“Aku Alicia. Apa benar nama kamu Nara?” tanya Alicia dengan menyeringai.
“Bagaimana kamu mengetahui namaku?”
“Kamu tidak perlu mengetahui bagaimana aku bisa tahu namamu. Ini buat kamu,” ujarnya dengan memberikan sebuah boneka kelinci.
“Mengapa kamu memberikan ini kepadaku?” tanyaku dengan wajah kebingungan.
“Sekarang kita berteman. Jadi, kamu harus jaga baik-baik bonekaku ini,” ucapnya dengan memelukku.
Rasanya, aku ingin sekali menolak, tetapi kata-katanya sulit sekali kutolak. Tiba-tiba, Alicia menghilang dari hadapanku. Aku pun berlari cukup kencang menuju kamar dan menutupi badanku dengan selimut. Aku masih bisa merasakan hawa dingin dan aroma busuk, tetapi tidak berani untuk membuka selimut.
Tanpa sadar, aku pun tertidur dengan perasaan takut. Di dalam mimpi aku pun berjalan menelusui desa ini dan betapa terkejutnya aku ketika melihat sesosok iblis mengambil paksa jiwa-jiwa warga Desa Bilqis. Pada saat aku berjalan menuju rumahku, tiba-tiba ada sesosok bayangan hitam mendorongku yang membuat aku terbangun.
“Nara, kamu terlihat begitu kelelahan,” ujar Ayah dengan memberikan tisu kepadaku.
“Aku tadi bermimpi buruk, Ayah. Apakah kita bisa pindah dari desa ini?” tanyaku dengan wajah yang takut.
“Tidak bisa, Nara. Uang Ayah tidak cukup untuk membeli rumah baru,” ujar Ayah dengan pergi meninggalkanku.
Malam hari pun tiba, suasana di rumah sangat terasa begitu menyeramkan. Bahkan, aku masih mengingat kejadian tadi siang. Ayah maupun Ibu tidak akan mempercayai ucapanku, karena mereka tidak pernah percaya dengan hal-hal mistis. Pada saat aku tidur, tiba-tiba ada seseorang yang menarik tubuhku.
Bluk! Suara yang sangat keras.
“Aduh, sakit.” Dengan memegang badanku yang kesakitan.
“Nara, kamu mengapa bisa di bawah?” tanya Ibu dengan wajah kebingungan.
“Ada orang yang menarik kakiku, Bu,” ujarku dengan mengusap badanku.
“Nara, mungkin kamu hanya mimpi dan terjatuh karena tidak sadar,” ucap Ibu dengan pergi meningalkanku.
Besok paginya, aku senang sekali karena sudah melewati malam yang menegangkan. Aku baru sadar bahwa boneka pemberian Alicia masih berada di kamarku dengan tatapan yang tajam. Seberapa sering aku membuang boneka itu, tetap saja bonekanya kembali ke dalam kamarku, tetapi pada saat aku mulai menceritakan kejadian-kejadian aneh yang aku alami, orang tuaku tetap tidak mempercayainya.
Lagi-lagi, ayah dan ibuku pergi dengan menulis secarik kertas, bahwa mereka sedang sibuk mengurusi berkas-berkas. Aku pun bergegas menelusuri desa ini karena tidak ingin kejadian kemarin terulang kembali. Tanpa berpikir panjang, aku berjalan di setiap setapak, terlihat rumah-rumah modern bernuansa Eropa, tetapi tidak ada satu pun orang yang aku temui.
Baru saja berjalan beberapan meter dari perumahan, di ujung jalan terdapat sebuah pohon yang sangat besar. Terlihat seseorang di bawah pohon besar tersebut. Aku pun menghampirinya tanpa memedulikan bahwa ia manusia atau setan.
“Permisi.” Dengan mendekatinya secara perlahan.
“Kamu harus pergi secepatnya dari sini Nara,” ucap sesosok tersebut.
“Kamu siapa?” tanyaku dengan wajah ketakutan.
“Aku Dokter Dewi. Aku salah satu warga di Desa Bilqis.” Dengan memperlihatkan wajahnya.
“Apa maksudnya aku harus pergi dari desa ini?”
“Ayah dan ibumu sudah melakukan perjanjian dengan wanita iblis yang menunggu desa ini,” ucapnya dengan menatap tajam ke arahku.
“Itu tidak mungkin, Ibu dan Ayah sedang membereskan kepindahan sekolahku ke desa ini.”
Tiba-tiba tangan Dokter Dewi menyentuh dahiku. Aku pun seperti terbawa ke dimensi lain. Aku dapat melihat awal mula Desa Bilqis yang sebelumnya miskin berubah menjadi kaya raya karena Wanita Iblis yang bernama Alicia, jiwa warga Desa Bilqis telah diambil oleh Alicia. Desa lain yang mengetahui kabar ini menggangap Desa Bilqis sebagai desa kematian karena tidak ada satu pun orang yang tinggal.
Lalu, betapa terkejutnya aku ketika mengetahui sesosok anak perempuan yang memberikan boneka adalah Wanita Iblis yang sedang menyamar, yang membuatku makin tidak percaya adalah ayah dan ibuku melakukan perjanjian dan menumbalkan aku dalam kurun waktu tujuh hari hanya untuk menambah kekayaan maupun jabatan ayahku.
“Nara, apakah sekarang kamu percaya dengan ucapanku?” tanya Dokter Dewi.
“Jika aku pergi dari desa ini dan meninggalkan Ayah dan Ibu, aku harus melakukan apa?” ucapku dengan menangis.
“Kamu harus menemui seseorang bernama Andin. Dia pernah mengalahkan Alicia, tetapi ada seseorang yang membangkitkan Alicia.”
“Tetapi, aku tidak tahu keberadaan Andin dan tidak mengetahui wajahnya.” Dengan wajahku yang menunduk.
“Nara, bawalah ini agar kamu dapat menemukan keberadaan Andin,” ujar Dokter Dewi dengan memberikan bola kristal.
Setelah memegang bola kristal tersebut, aku pun dapat melihat wajah Andin dan lokasi keberadaan Andin. Tanpa berlama-lama, aku bergegas menuju tempat Andin, tetapi Alicia sudah mengetahuinya terlebih dahulu. Aku berusaha melawan Alicia dengan bola kristal dan bola kristal di tanganku tiba-tiba mengeluarkan gumpalan berwarna biru, terlihat Alicia langsung pergi dari hadapanku seperti ketakutan. Aku bergegas pergi dari desa ini menuju keberadaan Andin. Dengan perasaan sakit hati, aku meninggalkan ayah dan ibuku yang ternyata berniat menumbalkan aku hanya untuk menambah kekayaan dan jabatan ayahku.
Jakarta, 30 Agustus 2021
Nama lengkap Ahmad Budiman, dengan hobi menulis, jalan-jalan, pendidikan saat ini yaitu Perguruan Tinggi (Universitas Indraprasta PGRI), Nomor handphone : 088224864071, akun istagram : @ahmadbudimann.
sumber gambar : https://id.pinterest.com/pin/86975836544519998/