TANPA ALLAH, KITA BISA APA?
Selalu ada kejutan indah di balik hidayah
Ririn Muhajir namanya, kerap disapa Riri. Seorang perempuan berdarah Cina. Memiliki postur tubuh yang ideal, dengan wajah bak bidadari, nyaris sempurna. Andai kata, perilaku dan ucapannya berbanding lurus dengan kecantikannya. Seorang anak broken home. Hidupnya terlalu menarik bila diulik. Banyak rahasia yang tersembunyi dari dirinya. Sosok yang penuh dengan kejutan. Meskipun demikian, dia tidak punya tujuan dan arah hidup di dunia. Sesuka hati bertindak tanpa pernah berpikir sebab akibat atas perbuatannya. Satu hal yang penting, baginya Tuhan itu tidak ada. Selama hidup, Riri tidak pernah percaya sekalipun tentang kebenaran adanya Allah. Riri selalu beranggapan bahwa, kita hidup karena hukum alam, bukan karena ada Sang Pencipta.
Manusia adalah sekumpulan makhluk hidup yang diciptakan oleh Allah. Diberikan akal dan nafsu, berbeda dengan tumbuhan, binatang, dan ciptaan Allah yang lainnya. Akan tetapi, kurang ajar dan tidak tahu diri adalah kata yang melekat erat. Seringkali, mereka tidak sadar diri atau pura-pura lupa diri tujuan diciptakannya di dunia. Miris, melihat manusia yang terlena karena terlalu mengejar hal-hal yang bersifat sementara. Sebuah kenikmatan semu, yang membuat manusia terperosok hingga lupa jalan untuk kembali. Mengiming-iming sesuatu berupa harta, tahta, dan semua yang mampu menarik seluruh pusat perhatian, hingga melupakan kewajiban dan haknya. Seperti halnya, seseorang ingin terlihat terbaik oleh seluruh pasang mata yang memandangnya, dengan menghalalkan segala cara, meskipun bukan sesuatu yang patut dibenarkan. Aneh, menuntut diri sendiri diterima oleh khalayak publik dengan cara menyakiti diri sendiri. Bertindak di luar batas wajar. Padahal, Allah telah memberikan tiap-tiap insan, kemampuan yang terbatas dan tidak ada seorang pun yang bisa melewatinya. Celakalah, bagi mereka yang melanggar aturan dan ketetapan Allah di muka bumi ini.
***
“Riri, are you crazy?” tanya seorang cewek berambut sebahu, dengan penampilan yang tidak jauh berbeda dengan Riri, terlalu terbuka dan tidak sopan untuk ukuran seusianya, mencolok di antara yang lainnya dengan ciri khas bak preman pasar.
“Bodo amat, Sab! Toh, enggak ada yang peduli. Gue bebas mau ngapain aja kan?” Setelah Riri berkata demikian, sahabatnya yang bernama Sabrina diam seribu bahasa. Tidak ingin ikut campur lagi. Takut, sewaktu-waktu Riri bisa mengamuk dan bisa saja menghajarnya. Macan betina yang mood–nya sedang tidak bagus, haram hukumnya diganggu. Salah seidikit bisa kena getahnya dan dampaknya sungguh berbahaya. Ngeri, deh!
“Lo tau, Sab, apa yang paling gue benci di dunia?” ujar Riri dengan sorot mata tajam, membuat bulu kuduk Sabrina meremang seketika.
“A … apa? Lo bisa enggak sih, natap gue biasa aja. Please, gue pengen kencing rasanya ditatap kayak gitu, sumpah, dah!”
“Sorry, gue terlalu emosi tadi.” Tanpa perasaan bersalah, Riri melanjutkan lagi ucapannya yang sempat terpotong sesaat. Kali ini dengan intonasi suara yang terlalu rendah nyaris hilang, tengelam oleh kebisingan musik dalam bar ternama, yang menjadi tempat melampiaskan seluruh perasaan dan beban pikiran, yang menyatu hampir membunuh jiwanya. Suatu tempat yang sangat laknat dan tidak boleh didatangi oleh siapa pun itu. Karena baiknya, ketika punya masalah, cobalah berlari menuju ke tempat di mana, ketenangan, kententraman dan kedamaian akan menghampiri detik itu juga. Masjid, bersujud mencurahkan seluruh unek-unek. Tumpahkan segala keluh kesah yang membuatmu resah tak berkesudahan. Allah tidak pernah tidur. Dia mendengar dan melihat hamba-hamba yang memasrahkan takdir hidupnya hanya kepada-Nya.
“Gue benci dibohongi, apalagi dikhianati. Gue pengen bunuh orang rasanya, Sab! Dunia tidak adil, ya … gue capek, pengen mati aja. Kapan gue meninggal Sab?” Sederet pertanyaan yang membuat Sabrina kelimpungan, karena tidak menemukan jawabannya. Sabrina hanya bisa memberikan pelukan untuk memberikan ketenangan sahabatnya. Berharap, Riri berhenti mengoceh dan mereka bisa pulang secepatnya.
“Mendingan kita pulang aja, ya. Agar lo bisa istirahat. Stop, jangan ngomong lagi! Kalau lo bicara yang aneh-aneh lagi, gue tinggal nih,” ancam Sabrina berusaha melototkan kedua matanya yang belo. Bukannya takut, Riri malah tertawa terbahak-bahak. Mengejek sahabatnya. “Lo jelek banget dah kayak gitu, hahaha ….”
“Sialan, lo, Ri. Gue pites baru tahu rasa, deh. Ngeselin banget, sih!” Meski rasa kesal mendominasi, tetap saja Sabrina merasa kasihan dengan sahabatnya yang baru saja diputusin sama pacarnya, ditinggal pergi oleh kedua orang tuanya yang sudah resmi bercerai, dan mencari kebahagiaan lain di luar sana. Melupakan Riri yang sekarang luntang-lantung seperti gembel di pinggir jalan raya. Kasihan banget hidup, lo, Ri. Sungguh malang nasib gadis cantik tersebut. Entah, ujian apalagi yang ingin Allah berikan kepada Riri, hingga membuatnya jera dan kembali ke jalan yang lurus.
***
Kejutan itu tiba. Malapetaka yang membawa Riri dan Sabrina menemukan cahaya ilahi. Pertemuan yang menjadi bagian skenario Sang pencipta. Kebetulan adalah takdir yang menyamar. Cobaan hidup yang dibungkus menjadi sebuah hadiah hikmah sebenarnya. Mendebarkan sekaligus menyenangkan. Perjalanan yang akhirnya menemukan muara kebahagiaan. Kebaikan itu hadir berupa seorang pemuda yang ditabrak pada suatu malam di mana Riri dan Sabrina pulang ke rumah. Allah menghadirkan sosoknya sebagai jembatan hidayah untuk Sabrina dan Riri terutama.
Kisah cinta klasik yang dibumbui dengan takdir yang unik. Perasaan yang mendadak hadir mengisi ruang hampa di hati Riri selama ini. Kenyataan hidup di dunia itu menyeramkan, nyatanya tidak begitu. Ada beberapa hal yang seharusnya dilewati dengan tantangan gila bernilai positif untuk memperoleh kemenangan di akhir cerita. Boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, begitu pula boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu. Allah mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.
***
“Qobiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkuur wa radhiitu bihi, wallahu waliyut taufiq.”
“Bagaimana para saksi, sah?”
“Sah!” Koar para tamu undangan. Teriakan yang paling kencang terdengar hampir merusak gendang telinga adalah suara milik Sabrina. Saking semangatnya, dia terbatuk-batuk membuat para tamu menertawakan aksi konyolnya. Akhirnya, hari ini Ririn Muhajir dan seorang pemuda tampan rupawan serta cakep akhlaknya bernama Seno Septiadi resmi menikah dan menjadi pasangan hidup yang semoga sakinah mawadah dan warahmah. Aamiin.
“Minggu depan giliran lo, ya, Sab. Gue tunggu lho undangannya.” Kerlingan jahil dan tatapan usil, Riri berikan pada Sabrina. Sengaja menggodanya hingga membuat Sabrina keki sendiri. Misuh-misuh enggak jelas sambil bibirnya komat-kamit dengan tatapan jomlo ngenes. Mau ketawa tapi kasian banget, dah.
“Rese banget lo, Ri. Sengaja, ya, biar gue cepet nikah, kan. Berdosa tau kayak gitu,” ucap Sabrina memanyunkan bibirnya cemberut diejek melulu dari tadi. “Dah, lah, mendingan makan daripada di sini bikin baper aja, bye.”
***
Setelah kepergian Sabrina, kedua pengantin tersebut saling melemparkan senyum perpaduan, antara malu dengan bahagia tiada tara. Iri, bilang bos! Neradu pandang, saling bertautan tangan, menyembunyikan buncahan bahagia. Ibaratnya ada kupu-kupu yang bertebaran kemudian mengelitik dalam perut mereka. Mengingat kembali kilasan memori pertemuan pertama mereka hingga berakhir di pelaminan. Manis sekali seperti gula pasir.
“Terima kasih banyak. Karenamu, aku menemukan arti kebahagiaan sesungguhnya, terima kasih untuk semuanya, dan makasih juga bersedia menjadi partner menuju surga Allah. Jangan pernah bosan mengingatkan aku dalam ketaatan, jangan pernah bosan membimbing aku menjadi pribadi yang lebih baik lagi kedepannya, dan jangan pernah bosan hidup bersamaku selamanya ya.”
“Sama-sama dan siap sayangku,” ujar Seno lembut ibarat hembusan angin yang sejuk di tengah gurun pasir. Tolong, jangan iri dengki!
Itulah sepenggal cerita petualangan mereka menemukan cahaya hidayah hingga cinta sejati. Maasya Allah. semoga ada hikmah yang dapat dipetik dari kisah yang tak sempurna ini. Satu hal yang perlu diingat akan selalu ada kejutan terindah untuk mereka yang percaya janji Allah itu pasti.
***
Watangmpone, 28 Agustus 2021
Nama pena Nanan Nandif. Berdomisili Bone. Sekarang masih menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi swasta, Universitas Muslim Indonesia Makassar. Mengambil jurusan Manajemen, di Fakultas Ekonomi Dan Bisnis. Hobinya membaca dan menulis. Memiliki motto hidup, jika bisa membantu orang lain, kenapa tidak? Jangan bosan berbuat baik dan menyampaikan kebaikan, meskipun kita belum tentu baik. Karena akan selalu ada kejutan indah di balik kebaikan. Hidup cuma sekali, maka pergunakanlah setiap detik, kesempatan bernapas dengan sebaiknya. 🙂
sumber gambar : https://id.pinterest.com/pin/364299057365050248/